Manaqib Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad as Saqqaf (Tarim)
Wali Yang Bertabur Karamah
Salah seorang wali dan ulama
dari Ahlil Bait Ba’alawi yang bertabur karamah adalah Habib Abdurrahman bin
Muhammad As-Saqqaf. Beliau mendapat julukan As-Saqqaf, yang berarti atapnya
para wali dan orang-orang shalih pada masanya.
Ulama dari Tarim, Hadramaut ini
dikenal sebagai wali yang bertabur karamah. Salah satunya adalah sering dilihat
banyak orang sedang hadir di tempat-tempat penting di Makkah. Ulama ini juga
dikenal sebagai ulama yang kuat bermujahadah. Beliau pernah tidak tidur selama
33 tahun. Dikabarkan, dia sering bertemu dengan Nabi SAW dan sahabatnya dalam
keadaan terjaga setiap malam Jum’at, Senin dan Kamis, terus-menerus.
Habib Abdurrahman As-Saqqaf
adalah seorang ulama besar, wali yang agung, imam panutan dan guru besar bagi
para auliya al-‘arifin. Ia dilahirkan di kota
Tarim, Hadramaut pada 739 H. Ibunya bernama Aisyah binti Abi Bakar ibnu Ahmad
Al-Faqih Al-Muqaddam.
Sebahagian dari karamah beliau
diriwayatkan bahawasanya hampir setiap tahunnya banyak orang melihat beliau
sedang hadir di tempat-tempat penting di Makkah. Ketika ditanyakan oleh
sebahagian murid beliau: "Apakah anda pernah berhaji?" Jawab beliau:
"Jika secara zahir tidak pernah".
Pada suatu hari, salah seorang santri yang bernama Muhammad bin Hassan Jamalullail saat di masjid merasa sangat lapar sekali. Waktu itu, sang santri malu untuk mengatakan tentang keadaan perutnya yang makin keroncongan. Rupanya sang guru itu tahu akan keadaan santrinya. Ia kemudian memanggil sang santri untuk naik ke atas loteng masjid. Anehnya, di hadapan beliau sudah terhidang makanan yang lezat.
“Dari manakah mendapatkan
makanan itu?” tanya Muhammad bin Hassan Jamalullail.
“Hidangan ini kudapati dari seorang wanita,” jawabnya dengan enteng. Padahal, sepengetahuan sang santri, tidak seorangpun yang masuk dalam masjid.
“Hidangan ini kudapati dari seorang wanita,” jawabnya dengan enteng. Padahal, sepengetahuan sang santri, tidak seorangpun yang masuk dalam masjid.
Bila malam telah tiba, orang yang melihatnya seperti habis melakukan perjalanan panjang di malam hari, dikarenakan panjangnya shalat malam yang beliau lakukan. Bersama sahabatnya, Fadhl, pernah melakukan ibadah di dekat makam Nabiyallah Hud AS berbulan-bulan. Dia dan sahabatnya itu terjalin persahabatan yang erat. Mereka berdua bersama-sama belajar dan saling membahas ilmu-ilmu yang bermanfaat.
Banyak awliyaillah dan para
sholihin mengagungkan Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Ia tidaklah memutuskan suatu
perkara terhadap seseorang, kecuali setelah mendengar isyarat dari Yang Maha
Benar untuk melakukan sesuatu. Berkata As-Sayyid Al-Jalil Muhammad bin Abubakar
bin Ahmad Ba’alawy, “Ketika Habib Abdurrahman telah memutuskan suatu perkara
bagiku, maka hilanglah seketika dariku rasa cinta dunia dan sifat-sifat yang
tercela, berganti dengan sifat-sifat yang terpuji.”
Sebagaimana para auliya di Hadramaut, ia juga suka mengasingkan diri untuk beribadah di lorong bukit An-Nu’air dan juga sekaligus berziarah ke makam Nabi Hud AS. Seorang muridnya yang lain bernama Syeikh Abdurrahim bin Ali Khatib menyatakan,“Pada suatu waktu sepulangnya kami dari berziarah ke makam Nabi Hud a.s. bersama Habib Abdurrahman, beliau berkata, “Kami tidak akan shalat Maghrib kecuali di Fartir Rabi’. Kami sangat heran sekali dengan ucapan beliau. Padahal waktu itu matahari hampir saja terbenam sedangkan jarak yang harus kami tempuh sangat jauh. Beliau tetap saja menyuruh kami berjalan sambil berzikir kepada Allah SWT. Tepat waktu kami tiba di Fartir Rabi’, matahari mulai terbenam. Sehingga kami yakin bahwa dengan karamahnya sampai matahari tertahan untuk condong sebelum beliau sampai di tempat yang ditujunya.”
Kata sebahagian murid beliau:
"Kejadian itu sama seperti yang pernah terjadi pada diri Syeikh Ismail
Al-Hadrami.rhm"
Diriwayatkan pula pada suatu
hari beliau sedang duduk di depan murid-murid beliau. Tiba-tiba beliau melihat
petir. Beliau berkata pada mereka: “Bubarlah kamu sebentar lagi akan terjadi
banjir di lembah ini”. Apa yang diucapkan oleh beliau itu terjadi seperti yang
dikatakan.
Suatu waktu Habib Abdurrahman As-Saqqaf mengunjungi salah seorang isterinya yang berada di suatu desa, mengatakan pada isterinya yang sedang hamil, ”Engkau akan melahirkan seorang anak lelaki pada hari demikian dan akan mati tepat pada hari demikian dan demikian, kelak bungkuskan mayatnya dengan kafan ini.”
Habib Abdurrahman bin Muhammad As-Saqqaf kemudian memberikan sepotong kain. Dengan izin Allah isterinya melahirkan puteranya tepat pada hari yang telah ditentukan dan tidak lama bayi yang baru dilahirkan itu meninggal tepat pada hari yang diucapkan oleh beliau sebelumnya.
Pernah suatu ketika, ada sebuah
perahu yang penuh dengan penumpang dan barang tiba-tiba bocor saja tenggelam.
Semua penumpang yang ada dalam perahu itu panik. Sebahagian ada yang
beristighatsah (minta tolong) pada sebahagian wali yang diyakininya dengan
menyebut namanya. Sebahagian yang lain ada yang beristighatsah dengan menyebut
nama Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Orang yang menyebutkan nama Habib Abdurrahman
As-Saqqaf itu bermimpi melihat beliau sedang menutupi lubang perahu yang hampir
tenggelam itu dengan kakinya, hingga selamat. Cerita itu didengar oleh orang
yang kebetulan tidak percaya pada Habib Abdurraman As-Saqqaf.
Selang beberapa waktu setelah kejadian di atas orang yang tidak percaya dengan Habib Abdurrahman itu tersesat dalam suatu perjalanannya selama tiga hari. Semua persediaan makan dan minumnya habis. Hampir ia putus asa. Untunglah ia masih ingat pada cerita istighatsah dengan menyebut Habib Abdurrahman As-Saqqaf, yang pernah didengarnya beberapa waktu yang lalu. Kemudian ia beristighatsah dengan menyebutkan nama beliau. Dan ia bernazar jika memang diselamatkan oleh Allah SWT dalam perjalanan ini ia akan patuh dengan Habib Abdurrahman As-Saqqaf. Belum selesai menyebut nama beliau tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang memberinya buah kurma dan air. Kemudian ia ditunjukkan jalan keluar sampai terhindar dari bahaya.
Karamah yang lain dari Habib
Abdurrahman As-Saqqaf, juga dibuktikan oleh salah seorang pelayan rumahnya.
Salah seorang pelayan itu suatu ketika di tengah perjalanan dihadang oleh
perampok. Kendaraannya dan perbekalannya kemudian dirampas oleh seorang dari
keluarga Al-Katsiri. Pelayan yang merasa takut itu segera beristighatsah
menyebut nama Habib Abdurrahman untuk minta tolong dengan suara keras. Ketika
orang yang merampas kendaraan dan perbekalan sang pelayan tersebut akan
menjamah kenderaan dan barang perbekalannya tiba-tiba tangannya kaku tidak
dapat digerakkan sedikitpun. Melihat keadaan yang kritikal itu si perampas
berkata pada pelayan yang dirampas kendaraan dan perbekalannya.
“Aku berjanji akan mengembalikan barangmu ini jika kamu beristighatsah sekali lagi kepada syeikhmu yang kamu sebutkan namanya tadi,” kata sang perampok.
Si pelayan segera beristighatsah mohon agar tangan orang itu sembuh seperti semula. Dengan izin Allah tangan si perampas itu segera sembuh dan barangnya yang dirampas segera dikembalikan kepada si pelayan. Waktu pelayan itu bertemu dengan Habib Abdurrahman As-Saqqaf, beliau berkata, “Jika beristighatsah tidak perlu bersuara keras, karena kami juga mendengar suara perlahan.”
Itulah beberapa karamah yang
ditujukan kepada ulama yang bernama lengkap Habib Abdurrahman As-Saqqaf
Al-Muqaddam Ats-Tsani bin Muhammad Maulad Dawilah bin Ali Shahibud Dark bin
Alwi Al-Ghuyur bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib
Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin
Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali
al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin
Husein as-Sibth bin Ali bin Abi Thalib ibin Sayidatina Fathimah az-Zahra
al-Batul binti Rasulullah SAW.
Julukan As-Saqqaf berasal dari kata as-saqfu (atap), yang berarti atapnya para wali dan orang-orang shalih pada masanya. Itu menandakan akan ketinggian ilmu dan maqam yang tinggi, bahkan melampaui ulama-ulama besar di jamannya. Dia juga mendapat julukan Syeikh Wadi Al-Ahqaf dan Al-Muqaddam Ats-Tsani Lis Saadaati Ba’alwi (Al-Muqaddam yang kedua setelah Al-Faqih Al-Muqaddam). Sejak itu, gelar Assaqqaf diberikan pada beliau dan seluruh keturunannya.
Abdurrahman bin Muhammad (Maula
Addawilah) bin Ali bin Alawiy bin Muhammad Alfagih Al muqaddam. Ulama besar
yang telah mencetak berpuluh ulama, termasuk di antara mereka adalah
putra-putranya sendiri, saudaranya Al-Imam Alawi bin Muhammad, Imam Sa’ad bin
Ali Madzhij, Syekh Ali bin Muhammad Al-Khathib dan banyak lagi.
Bergelar As-saqqaf karena
kedudukannya sebagai “pengayom”, serta tingginya derajat ulama ini baik dalam
ilmu maupun tasawuf. Sangat terkenal sebagai dermawan. Assagaf telah mendirikan
10 mesjid disertai wakaf untuk mencukupi kebutuhan mesjid-mesjid itu, Memiliki
banyak kebunkebun kurma, namun segala kekayaan itu tidak sedikit pun
memberatkan atau merisaukan hatinya, apalagi merintangi ketekunannya dalam
ibadah. “Sehingga kalau seandainya dikatakan kepadaku,” kata Assagaf,
“kebun-kebun itu tidak ada yang berbuah, aku akan menari kegirangan“.
Sejak kecil ia telah mendalami berbagai macam ilmu dan menyelami berbagai macam pengetahuan, baik yang berorientasi aql (akal) ataupun naql (referensi agama). Ia menghafal Al-Qur’an dari Syeikh Ahmad bin Muhammad Al-Khatib, sekaligus mempelajari ilmu Tajwid dan Qira’at. Ia juga berguru kepada Asy-Syeikh Muhammad ibnu Sa’id Basyakil, Syeikh Muhammad ibnu Abi Bakar Ba’ibad, Syeikh Muhammad ibnu Sa’id Ka’ban, Syeikh Ali Ibnu Salim Ar-Rakhilah, Syeikh Abu Bakar Ibnu Isa Bayazid, Syeikh Umar ibnu Sa’id ibnu Kaban, Syeikh Imam Abdullah ibnu Thohir Addu’ani dan lain-lain.
Dia mempelajari kitab At-Tanbih
dan Al-Muhadzdzab karangan Abi Ishaq. Ia juga menggemari kitab Ar-Risalah
Al-Qusyairiyah dan Al ’Awarif karya As-Samhudi. Tak ketinggalan ia juga
mempelajari kitab-kitab karangan Imam Al-Ghazali seperti Al-Basith, Al-Wasith,
Al-Wajiz, Al-Khulashoh dan Ihya Ulumiddin. Serta kitab karangan Imam Ar-Rofi’iy
seperti Al-‘Aziz Syarh Al-Wajiz dan Al-Muharror.
Habib Abdurrahman As-Saqqaf selalu membaca Al-Qur’an setiap siang dan malamnya dengan 8 kali khataman, 4 di waktu malam dan 4 di waktu siang. Yang di waktu siang beliau membacanya 2 kali khatam dari antara setelah Subuh sampai Dhuhur, 1 kali khatam dari antara Dhuhur sampai Ashar (itu dibacanya dalam 2 rakaat shalat), dan 1 kali khataman lagi setelah shalat Ashar.
Setiap kali menanam pohon kurma, beliau membacakan surat Yasin untuk setiap pohonnya. Setelah itu dibacakan lagi 1 khataman Al-Qur’an untuk setiap pohonnya. Setelah itu baru diberikan pohon-pohon kurma itu kepada putra-putrinya.
Komentar
Posting Komentar