Al-Habib
Al-Quthub Al-Ghauts al-Arifbillah Abubakar bin Muhammad Assegaf lahir
di kota Besuki, Jawa Timur, pada tahun 1285 H. Semenjak kecil beliau
sudah ditinggal oleh ayahnya yang wafat di kota Gresik. Pada tahun 1293
H, Habib Abubakar kemudian berangkat ke Hadramaut karena memenuhi
permintaan nenek beliau, Syaikhah Fatimah binti Abdullah 'Allan.
Tokoh
Ulama Gresik ini telah banyak mencetak Murid -murid yang kebanyakan
murid -murid beliau menjadi Ulama terkemuka sebut saja Al alamah Habib
Abdul qodir bil faqih seorang Ulama Hadist dan Wali quthub pendiri
Pondok Pesantren Darul hadist Al Faqihiyyah malang Jawa timur dan masih
banyak murid -murid beliau yang sebagian besar telah mendapat kedudukan
yang mulia ( bergelar wali quthub).
Habib Abu
bakar bin Muhammad Assegaf lahir di desa Besuki ( jawa timur ) sekitar
tahun 1864 M. Sejak kecil telah menjadi yatim namun bakat kewaliaan dan
kecintaan terhadap ilmu sudah nampak sejak umur 3 tahun. Hati beliau
telah mendapat cahaya Ladunni dari alloh SWt ini terbukti ketika beliau
masih berumur 3 tahun telah mampu mengingat berbagai peristiwa dan
kejadian yang telah menimpa dirinya.
Usia 8
tahun tepatnya tahun 1856 M Habib Abu bakar dikirim oleh ibunya ke tanah
leluhurnya di Sewun tarim Yaman Selatan. Di sana beliau di asuh dan
dididik oleh pamannya Habib Syech bin Umar assegaf seorang Tokoh Ulama
termasyhur di kota Sewun. Kecerdasan dan kejernihan Hati yang di miliki
habib Abu bakar Assegaf mampu menguasai beberapa bidang ilmu walaupun
usianya masih relatif muda. Pamannya tak segan-segan mengajak
keponakannya untuk menghadiri majlis majlis ilmu di kota Sewun dan
menanamkan rasa kecintaan terhadap Alloh SWT dengan mengajari
perilaku-perilaku shalafus Sholeh seperti Sholat Tahajut dan puasa puasa
sunnah.
Di sewun, al-Habib Abu bakar as-Seqqaf
belajar juga kepada Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi ( penyusun kitab
Maulid Simthud Durror) dan menjadi murid kesayangannya. Pertama kali
melihat Habib Abu bakar assegaf , Habib Ali bin Muhammad al habsyi telah
melihat tanda-tanda kewaliaan dan kelak akan menjadi ulama yang
memiliki kedudukan dan derajat yang Mulia. Beliau juga belajar kepada al
Habib Muhammad bin Ali Assegaf, al Habib Idrus bin Umar al-Habsyi, al
Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas, al Habib Abdurrahman al-Masyhur, juga
putera beliau al Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur, dan juga al Habib
Syekh bin Idrus al-Idrus dan masih banyak lagi guru beliau yang
lainnya.
Tahun 1881 M habib Abu bakar Assegaf
kembali ke Tanah air dan Mulai melakukan ritual dakwahnya. Walaupun
beliau memiliki Ilmu yang cukup mumpuni namun kerendahan hati untuk
menghargai para ulama-ulama Sepuh di tanah air beliau tak segan segan
untuk belajar dan minta ijazah serta barokah dari para ulama-ulama sepuh
seperti Habib Abdullah bin Muhsin al-Atthas, al Habib Abdullah bin Ali
al-Haddad, al Habib Ahmad bin Abdullah al-Atthas, al Habib Abu Bakar bin
Umar bin Yahya, al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi,al Habib Muhammad
bin Ahmad al-Muhdlar, dan lain sebagainya.
Beliau
berangkat kesana ditemani dengan Al-Mukarram Muhammad Bazmul.
Sesampainya disana, beliau disambut oleh paman, sekaligus juga gurunya,
yaitu Abdullah bin Umar Assegaf, beserta keluarganya. Kemudian beliau
tinggal di kediaman Al-Arif Billah Al-Habib Syeikh bin Umar bin Saggaf
Assegaf.
Di kota Seiwun beliau belajar ilmu
figih dan tasawuf kepada pamannya Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf.
Hiduplah beliau dibawah bimbingan gurunya itu. Bahkan beliau dibiasakan
oleh gurunya untuk bangun malam dan shalat tahajud meskipun usia beliau
masih kecil. Selain berguru kepada pamannya, beliau juga mengambil ilmu
dari para ulama besar yang ada disana. Diantara guru-guru beliau disana
antara lain :
• Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhammad Alhabsyi
• Al-Habib Muhammad bin Ali Assegaf
• Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi
• Al-Habib Ahmad bin Hasan Alatas
• Al-Habib Al-Imam Abdurrahman bin Muhammad Almasyhur (Mufti Hadramaut saat itu).
• Al-Habib Syeikh bin Idrus Alaydrus
Al-Habib
Al-Qutub Ali bin Muhamad Al Habsyi muallif Simtud Dhuror, sungguh telah
melihat tanda-tanda kebesaran dalam diri Habib Abubakar dan akan
menjadi seorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi. Al-Habib Ali
Alhabsyi berkata kepada seorang muridnya, "Lihatlah mereka itu, 3 wali
min auliyaillah, nama mereka sama, keadaan mereka sama, dan kedudukan
mereka sama. Yang pertama, sudah berada di alam barzakh, yaitu Al-Habib
Al-Qutub Abubakar bin Abdullah Alaydrus. Yang kedua, engkau sudah pernah
melihatnya pada saat engkau masih kecil, yaitu Al-Habib Al-Qutub
Abubakar bin Abdullah Alatas. Dan yang ketiga, engkau akan melihatnya di
akhir umurmu". Mereka mencapai maqam Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq.ra.
Setelah
menuntut ilmu disana, pada tahun 1302 H beliau pun akhirnya kembali ke
pulau Jawa bersama Habib Alwi bin Saggaf Assegaf, dan menuju kota
Besuki. Disinilah beliau mulai mensyiarkan dakwah Islamiyyah di kalangan
masyarakat. Kemudian pada tahun 1305 H, disaat usia beliau masih 20
tahun, beliau pindah menuju kota Gresik.
Di pulau Jawa, beliau pun masih aktif mengambil ilmu dan manfaat dari ulama-ulama yang ada disana saat itu, diantaranya yaitu :
• Al-Habib Abdullah bin Muhsin Alatas (Bogor)
• Al-Habib Abdullah bin Ali al-Haddad (Bangil, wafat di Jombang)
• Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alatas (Pekalongan)
• Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Umar Bin Yahya (Surabaya)
• Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi (Surabaya)
• Al-Habib Muhammad bin Ahmad Almuhdhor (wafat di Surabaya)
Pada suatu hari disaat menunaikan shalat Jum'at, datanglah ilhaamat rabbaniyyah
kepada diri beliau untuk ber-uzlah dan mengasingkan diri dari keramaian
duniawi dan godaannya, menghadap kebesaran Ilahiah, ber-tawajjuh
(menghadap) kepada Sang Pencipta Alam, dan menyebut keagungan nama-Nya
di dalam keheningan. Hal tersebut beliau lakukan dengan penuh kesabaran
dan ketabahan.
Waktu pun berjalan demi waktu,
sehingga tak terasa sudah sampai 15 tahun lamanya. Beliau pun akhirnya
mendapatkan ijin untuk keluar dari uzlahnya, melalui isyarat dari guru
beliau, yaitu Al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, setelah meminta
kepada al-Quthb 'Arifbillah al-Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahyauntuk
memintakan izin kepada Rasulullah SAW untuk mengizinkan al-Habib Abu
Bakar as-Seqqaf keluar dari khlawatnya. Berkata Al-Habib Muhammad bin
Idrus Alhabsyi, "Kami memohon dan ber-tawajjuh kepada Allah selama 3
malam berturut-turut untuk mengeluarkan Abubakar bin Muhammad Assegaf
dari khalwat-nya". Setelah keluar dari khalwatnya,
beliau ditemani dengan Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi berziarah
kepada Al-Imam Al-Habib Alwi bin Muhammad Hasyim Assegaf.
Sehabis
ziarah, beliau dengan gurunya itu langsung menuju ke kota Surabaya dan
singgah di kediaman Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Masyarakat
Surabaya pun berbondong-bondong menyambut kedatangan beliau di rumah
tersebut. Tak lama kemudian, Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi
berkata kepada khalayak yang ada disana seraya menunjuk kepada Habib
Abubakar, "Beliau adalah suatu khazanah daripada khazanah keluarga
Ba'alawi. Kami membukakannya untuk kemanfaatan manusia, baik yang
khusus maupun yang umum".
Semenjak itu
Habib Abubakar mulai membuka majlis taklim dan dzikir di kediamannya di
kota Gresik. Masyarakat pun menyambut dakwah beliau dengan begitu
antusias. Dakwah beliau tersebar luas...dakwah yang penuh ilmu dan
ikhlas, semata-mata mencari ridhallah. Dalam majlisnya, beliau
setidaknya telah mengkhatamkan kitab Ihya Ulumiddin sebanyak 40 kali.
Dan merupakan kebiasaan beliau, setiap kali dikhatamkannya pembacaan
kitab tersebut, beliau mengundang jamuan kepada masyarakat luas.
Suatu
kisah ketika Al-Habib Alwy bin Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Solo) datang
ke Gresik ke kediaman Al-Habib Abu Bakar, Dalam majelis itu lalu
dibacakan kumpulan mimpi Habib Alwi bin Abdullah Alaydrus yang tinggal
di Pekalongan. Beliau pernah mimpi bertemu Rasulullah SAW. Dalam
mimpinya beliau SAW berkata kepadanya, “Jika engkau rindu kepadaku,
pandanglah wajah Abubakar bin Muhammad Assegaf sampai ke dagunya.”
Kebetulan
saat itu Sayyidiy Alwi duduk berhadapan dengan Habib Abubakar. Al-‘Am
Abdulkadir bin Hadi meminta agar Sayyidiy Alwi duduk di samping Habib
Abubakar. “Biarkan aku duduk di hadapan Habib Abubakar demi
melaksanakan perintah Al-Musthofâ (rasulullah) saw dalam mimpi tadi,”
kata Sayyidiy Alwi.
Habib Abubakar berkata,
“Seseorang bertanya kepadaku tentang hâl Habib Ali bin Muhammad
Al-Habsyi. Aku jawab, Habib Ali bagaikan matahari. Yakni, nur, manfaat
dan sikap shidq beliau seperti matahari. Habib Ali telah memberikan
manfaat kepada banyak hamba Allah. Setiap hamba memperoleh manfaat dan
cahaya beliau ra. Semoga Allah meridhoi mereka semua, memberi kita
manfaat berkat mereka dan memberi kita karunia mereka, meskipun niat dan
amal kita jauh dari niat dan amal mereka. Semoga Allah tidak
mengharamkan kita dari kebaikan yang ada di sisi-Nya karena keburukan
amal kita.”
Abdulkadir bin Umar Maulakhela kemudian melantunkan syair Habib Ali:
Suara nyanyian, menghibur hati
dengannya, hilang segala duka
Setelah
qoshidah selesai dibawakan, Habib Abubakar bertanya, “Qoshidah siapa
itu?” “Qoshidah Habib Ali,” jawab seseorang. Beliau lalu bercerita,
“Ketika aku di Hadramaut, Habib Ali memiliki hubungan yang sangat erat
denganku. Pernikahanku yang pertama, beliaulah yang menikahkan dan
membiayainya. Ketika aku hendak pergi ke Jawa, beliau berkata kepadaku,
‘Jika kau ingin menikah lagi, aku akan menikahkanmu.’ Namun aku tidak
mau, beliau lalu mengizinkan aku pergi ke Jawa.” (Setelah diam sesaat)
Habib Abubakar melanjutkan, “Aku tidak berdiri, duduk, atau mengerjakan
sesuatu, kecuali atas petunjuk beliau. Dan beliau selalu ada di
dekatku.”
Habib Abubakar berkata kepada
Sayyidiy Alwi, “Kita semua berada dalam keberkahan ayahmu. Saat ini
Habib Ali Al-Habsyi bersama kita di tempat ini. Dan setiap hari ia
bersamaku di sini.”
Di
antara ucapan Habib Abubakar, semoga Allah memanjangkan umur beliau,
karena ingin menyebut-nyebut nikmat Allah adalah sebagai berikut, “Saat
aku sakit, Al-Musthofâ saw datang menjengukku dan aku dalam keadaan
sadar (yaqodhoh). Aku berpelukan dengan beliau di tempat ini. (sambil
menunjuk tempat yang biasa beliau duduki) Sayidina Al-Faqîh Al-Muqoddam
juga pernah datang ke tempat ini setelah sholat Ashar dan aku dalam
keadaan jaga. Aku sedang duduk di atas sajadah, tiba-tiba Sayidina
Al-Faqîh Al-Muqoddam datang diapit dua orang lain. Salah seorang di
antara mereka berkata, “Kenalkah kau orang ini?” katanya seraya menunjuk
orang yang di tengah.
“Tidak,” jawabku.
“Beliau adalah kakekmu, Sayidina Al-Faqîh Al-Muqoddam,” kata orang itu.
Semoga Allah meridhoi mereka semua dan memberi kita manfaat di dunia dan akhirat berkat mereka.
Sayidina Al-Ârifbillâh, Nûruddîn, Imâmul Muttaqîn, Ali bin Muhammad
Al-Habsyi dalam kalam beliau berkata, “Ahwâl kaum arifin tidak bisa
dijangkau akal manusia. Diperlukan iman dan kepasrahan (taslîm) untuk
mempercayainya. Dan kami mempercayai dan membenarkannya.
Imam Abu Qasim Al-Junaid.ra berkata:
‘Membenarkan pengetahuan kami merupakan kewalian yang kecil.’
Kami beriman kepada Allah dan segala sesuatu yang datang dari-Nya,
dan dari Rasul-Nya saw serta keistimewaan-keistimewaan yang diberikan
Allah kepada para wali-Nya. Semoga Allah tidak mengharamkan segala
kebaikan yang ada di sisi-Nya karena keburukan kami. Kami hanya dapat
berkata, “Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukannya jalan orang-orang
yang dimurkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat.”
Beliau
adalah seorang yang ghirahnya begitu tinggi dalam mengikuti jalan,
atribut dan akhlak keluarga dan Salafnya Saadah Bani Alawi. Majlis
beliau senantiasa penuh dengan mudzakarah dan irsyad menuju jalan para
pendahulunya. Majlis beliau tak pernah kosong dari pembacaan kitab-kitab
mereka. Inilah perhatian beliau untuk tetap menjaga thoriqah salafnya
dan berusaha berjalan diatas... qadaman ala qadamin bi jiddin auza'i.
Pada
hari sabtu, 3 Syawal 1370 H, diadakan majlis yang mulia di rumah
sayyidina Al-Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf di kota Gresik yang
dihadiri oleh banyak orang dari berbagai penjuru kota seperti Malang,
Bangil, Pasuruan dan lain-lain.
Al-Habib
Abubakar sebagaimana biasanya duduk memimpin majlis. Beliau memakai
jubah warna hijau, imamah putih dan rida’ (selendang) yang indah, dengan
wajah beliau yang mulia memancarkan cahaya Ilahi.
Kemudian
munsyid membacakan qashidah dari Al-Habib Alwi bin Muhammad Al Haddad,
yang isinya pujian untuk Al-Habib Abubakar dan tawassul kepada beliau.
Setelah
itu Al-Habib Abubakar menanyai hadirin mengenai siapa pengarang dan
untuk siapa qashidah ini dikarang dan menganjurkan para hadirin untuk
mencontoh sifat husnudz dzon daripada Al-Habib Alwi (pengarang qashidah
tersebut).
Setelah mengucapkan tarhiib (ucapan selamat datang pada hadirin), berkata sayyidina Al-Habib Abubakar,
“Sesungguhnya
aku memaksakan diriku untuk berpakaian seperti ini, sedangkan badanku
saat ini dalam kondisi lemah. Ini semua adalah merupakan pelajaran bagi
semua orang agar mengikuti dan menjaga bagaimana para salafunas solihin
berpakaian, dan agar tetap selalu ada orang-orang berpegang teguh untuk
mengikuti jejak salaf rodhiyallaahu Ta’ala ‘anhum.”
Sebuah perjalanan religius seorang kekasih Allah hingga maqom Shiddiqiyyah Kubro
Nasab Beliau yang mulia adalah
- Al-Imam al-Quthbul Ghauts Fard al-Habib Abu Bakar bin
- Muhammad bin
- Umar bin
- Abu Bakar bin
- Al-Habib Umar bin
- Segaf as-Segaf (seorang imam di lembah Al-Ahqof) bin
- Muhammad bin
- Umar bin
- Thoha bin
- Umar ash-Shufi bin
- Thohir bin
- Muhammad bin
- Ali bin
- Sayyidina Abdurrahman as-Seqqaf bin
- Sayyidina Muhammad Maulad Dawileh bin
- Sayyidina Ali Maula Darrak bin
- Sayyidina Alwy al-Ghuyyur bin
- Sayyidina al-Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin
- Sayyidina Ali Ba’Alawy bin
- Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin
- Sayyidina Al-Imam Khali' Qatsam bin
- Sayyidina Alwi bin
- Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin
- Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin
- Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin
- Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin
- Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin
- Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin
- Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin
- Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin
- Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin
- Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
- Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein bin
- Sayyidina al-Imam Ali bin Abi Thalib wa Sayidatuna Fathimah az-Zahrah al-Batul Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in binti
- Sayyidina wa Mawlana Rasulullah Muhammad bin Abdullah Shalallahu wa aala 'Aalihi was salam
Garis
keturunan beliau yang suci ini terus bersambung kepada ulama dari
sesamanya hingga bermuara kepada pemuka orang-orang terdahulu, sekarang
dan yang akan datang, seorang kekasih nan mulia Nabi Muhammad S.A.W.
Sungguh
al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf tumbuh besar dalam asuhan dan
penjagaan yang sempurna. Cahaya kebaikan dan kewalian telah tampak dan
terpancar dari kerut-kerut wajahnya, sampai-sampai beliau Rhm di usianya
ke-3 tahun mampu mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang pernah
terjadi pada dirinya. Semua itu tak lain karena power (kekuatan) dan
kejernihan rohani beliau, serta kesiapannya untuk menerima curahan
anugerah dan Fath (pembuka tabir hati) darinya.
Pada
tahun 1293 H, atas permintaan nenek beliau yang sholehah Fatimah binti
Abdullah (Ibunda ayah beliau), beliau merantau ditemani oleh al-Mukaram
Muhammad Bazamul ke Hadramaut meninggalkan tanah kelahirannya Jawa. Di
kala al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf akan sampai di kota Sewun,
beliau di sambut di perbatasan kota oleh paman sekaligus guru beliau
al-Allamah Abdullah bin Umar berikut para kerabat. Dan yang pertama kali
dilantunkan oleh sang paman bait qosidah al-Habib al-Arifbillah Syeh
bin Umar bin Segaf seorang yang paling alim di kala itu dan menjadi
kebanggaan pada jamannya. Dan ketika telah sampai beliau dicium dan
dipeluk oleh pamannya. Tak elak menahan kegembiraan atas kedatangan sang
keponakan dan melihat raut wajahnya yang memancarkan cahaya kewalian
dan kebaikan berderailah air mata kebahagiaan sang paman membasahi
pipinya.
Hati para kaum arifin memiliki ketajaman pandang
Mampu melihat apa yang tak kuasa dilihat oleh pemandang.
Sungguh
perhatian dan didikan sang paman telah membuahkan hasil yang baik pada
diri sang keponakan. Beliau belajar kepada sang paman al-Habib Abdullah
bin Umar ilmu fiqh dan tasawuf, sang paman pun suka membangunkannya pada
akhir malam ketika beliau masih berusia kanak-kanak guna menunaikan
shalat tahajjud bersama-sama, al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf
mempunyai hubungan yang sangat kuat dalam menimba ilmu dari para ulama
dan pemuka kota Hadramaut. Sungguh mereka (para ulama) telah mencurahkan
perhatiannya pada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Maka beliau
ra. Banyak menerima dan memperoleh ijazah dari mereka. Diantara para
ulama terkemuka Hadramaut yang mencurahkan perhatiannya kepada beliau,
adalah al-Imam al-Arifbillah al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi,
(seorang guru yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya kepada al-Habib
Abu Bakar bin Muhammad Assegaf).
Sungguh Habib
Ali telah menaruh perhatiannya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad
Assegaf semenjak beliau masih berdomisili di Jawa sebelum
meninggalkannya menuju Hadramaut.
Al-Habib Ali
bin Muhammad al-Habsyi berkata kepada salah seorang murid seniornya
“Perhatikanlah! Mereka bertiga adalah para wali, nama, haliyah, dan
maqom (kedudukan) mereka sama. Yang pertama adalah penuntunku nanti di
alam barzakh, beliau adalah Quthbul Mala’ al-Habib Abu Bakar bin
Abdullah al-Aidrus al-Adani, yang kedua, aku melihatnya ketika engkau
masih kecil beliau adalah al-Habib al-Ghoust Abu Bakar bin Abdullah
al-Atthos, dan yang ketiga engkau akan melihat sendiri nanti di akhir
dari umurmu”.
Maka tatkala memasuki tahun
terakhir dari umurnya, ia bermimpi melihat Rosulullah SAW sebanyak lima
kali berturut-turut selama lima malam, sementara setiap kali dalam mimpi
Beliau SAW mengatakan kepadanya (orang yang bermimpi) ” Lihatlah di
sampingmu, ada cucuku yang sholeh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf”!
Sebelumnya orang yang bermimpi tersebut tidak mengenal al-Habib Abu
Bakar Assegaf kecuali setelah dikenalkan oleh Baginda Rosul al-Musthofa
SAW didalam mimpinya. Lantas ia teringat akan ucapan al-Habib Ali bin
Muhammad al-Habsyi dimana beliau pernah berkata “Mereka bertiga adalah
para wali, nama dan kedudukan mereka sama”. Setelah itu ia (orang yang
bermimpi) menceritakan mimpinya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad
Assegaf dan tidak lama kemudian ia meninggal dunia.
Habib
Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mendapat perhatian khusus dan pengawasan
yang istimewa dari gurunya al Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi
sampai-sampai Habib Ali sendiri yang meminangkan beliu dan sekaligus
menikahkannya. Selanjutnya (diantara para masyayikhnya) adalah al
Allamah al Habib Abdullah bin Umar Assegaf sebagai syaikhut tarbiyah,
al Imam al Quthb al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi sebagai syaikhut
taslik, juga al Mukasyif al Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Quthban
sebagai syaikhul fath. Guru yang terakhir ini sering memberi
berita gembira kepada beliau “Engkau adalah pewaris haliyah kakekmu al
Habib Umar bin Segaf”.
Sekian banyak para
ulama para wali dan para kaum sholihin Hadramaut baik itu yang berasal
dari Sewun, Tarim dan lain-lain yang menjadi guru al Habib Abu Bakar bin
Muhammad Assegaf, seperti al Habib Muhammad bin Ali Assegaf, al Habib
Idrus bin Umar al-Habsyi, al Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas, al Habib
Abdurrahman al-Masyhur, juga putera beliau al Habib Ali bin Abdurrahman
al-Masyhur, dan juga al Habib Syekh bin Idrus al-Idrus dan masih banyak
lagi guru beliau yang lainnya.
Pada tahun 1302
H, ditemani oleh al Habib Alwi bin Segaf Assegaf al Habib Abu Bakar
Assegaf pulang ketanah kelahirannya (Jawa) tepatnya di kampung Besuki.
Selanjutnya pada tahun 1305 H, ketika itu beliau berumur 20 tahun beliau
pindah ke kota Gresik sambil terus menimba ilmu dan meminta ijazah dari
para ulama yang menjadi sinar penerang negeri pertiwi Indonesia, sebut
saja al Habib Abdullah bin Muhsin al-Atthas, al Habib Abdullah bin Ali
al-Haddad, al Habib Ahmad bin Abdullah al-Atthas, al Habib Abu Bakar bin
Umar bin Yahya, al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi,al Habib Muhammad
bin Ahmad al-Muhdlar, dan lain sebagainya.
Kemudian
pada tahun 1321 H, tepatnya pada hari jum’at ketika sang khatib berdiri
diatas mimbar beliau r.a mendapat ilham dari Allah SWT bergeming dalam
hatinya untuk mengasingkan diri dari manusia semuanya. Terbukalah hati
beliau untuk melakukannya, seketika setelah bergeming beliau keluar dari
masjid jami’ menuju rumah kediamannya. Beliau al Habib Abu Bakar bin
Muhammad Assegaf ber-uzlah atau khalwat (mengasingkan diri) dari manusia
selama lima belas tahun bersimpuh dihadapan Ilahi Rabbi. Dan tatkala
tiba saat Allah mengizinkan beliau untuk keluar dari khalwatnya, guru
beliau al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi mendatanginya dan memberi
isyarat kepada beliau untuk mengakhiri masa khalwatnya, al Habib
Muhammad al-Habsyi berkata “selama tiga hari kami bertawajjuh dan
memohon kepada Allah agar Abu Bakar bin Muhammad Assegaf keluar dari
khalwatnya”, lantas beliau menggandeng al Habib Abu Bakar Assegaf dan
mengeluarkannya dari khalwatnya. Kemudian masih ditemani al Habib
Muhammad al-Habsyi beliau r.a menziarahi al Habib Alawi bin Muhammad
Hasyim, sehabis itu meluncur ke kota Surabaya menuju ke kediaman al
Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Sambil menunjuk kepada al Habib Abu
Bakar bin Muhammad Assegaf al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi
memproklamirkan kepada para hadirin “Ini al Habib Abu Bakar bin Muhammad
Assegaf termasuk murtiara berharga dari simpanan keluarga Ba ‘Alawi,
kami membukanya agar bisa menularkan manfaat bagi seluruh manusia”.
Setelah
itu beliau membuka majlis ta’lim dirumahnya, beliau menjadi pengayom
bagi mereka yang berziarah juga sebagai sentral (tempat rujukan) bagi
semua golongan diseluruh penjuru, siapa pun yang mempunyai maksud kepada
beliau dengan dasar husnudz dzan niscaya ia akan meraih keinginannya
dalam waktu yang relatif singkat. Di rumah beliau sendiri, al Habib Abu
Bakar bin Muhammad Assegaf telah menghatamkan kitab Ihya’ Ulumuddin
lebih dari 40 kali. Pada setiap kali hatam beliau selalu menghidangkan
jamuan yang istimewa. al Habib Abu Bakar Assegaf betul-betul memiliki
ghirah (antusias) yang besar dalam menapaki aktivitas dan akhlaq para
aslaf (pendahulunya), terbukti dengan dibacanya dalam majlis beliau
sejarah dan kitab-kitab buah karya para aslafnya.
Adapun
maqom (kedudukan) al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, beliau telah
mencapai tingkat Shiddiqiyah Kubro. Hal itu telah diakui dan mendapat
legitimasi dari mereka yang hidup sezaman dengan beliau. Berikut ini
beberapa komentar dari mereka.
Sayyidina Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi; “Kelak akan ada seorang murid ku yang nanti memiliki kekeramatan sama dengan-ku namanya adalah Abu Bakar Assegaf.”
Ternyata beliau adalah Sayyidina Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf wali quthub gresik.
al Imam al Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhar berkata,
“Demi
fajar dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil. Sungguh al
Akh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah mutiara keluarga Segaf yang
terus menggelinding (maqomnya) bahkan membumbung tinggi menyusul
maqom-maqom para aslafnya (leluhurnya)”.
Al Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad berkata,
“Sesungguhnya
al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang Quthb al Ghaust
juga sebagai tempat turunnya pandangan (rahmat) Allah SWT”.
Al Arif billah al Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi
pernah berkata di rumah al Habib Abu Bakar Assegaf dikala beliau
membubuhkan tali ukhuwah antara beliau dengan al Habib Abu Bakar
Assegaf, pertemuan yang diwarnai dengan derai air mata. Habib Ali
berkata kepada para hadirin ketika itu,
Beliau berkata: "Habib
Abu Bakar ini adalah Raja Lebah (Rajanya para Wali dizamannya). Beliau
adalah saudaraku dijalan Alloh. Pandanglah Beliau, karena memandang
Beliau adalah Ibadah".
Al Habib Husain bin Muhammad al-Haddad berkata,
“Sesungguhnya al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang khalifah. Beliau adalah penguasa saat ini, Beliau adalah Pemimpin Para Wali dimasanya, beliau telah berada pada Maqom as Syuhud yang mampu menyaksikan (mengetahui) hakekat dari segala sesuatu."
Kemudian
al-Habib Husein bin Muhammad al-Haddad membaca ayat al-Qur'an, Beliau
berhak untuk dikatakan “Dia hanyalah seorang hamba yang kami berikan
kepadanya (sebagai nikmat)”. Maksudnya adalah, Habib Abu Bakr adalah seorang Hamba yang telah mendapat limpahan Anugrah dari Alloh SWT.
Habib Husain juga berkata: "Hb Abu Bakr memiliki hal yang Agung & terjaga (mahfudz). Tidak pernah terlintas sedikitpun dihatinya keinginan untuk berbuat ma'siat kepada Alloh".
¤ رب فانفعنا ببركتهم ¤ و اهدنا الحسنى بحرمتهم ¤
Kalam
salaf Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf diantaranya…. “Keberkahan
majlis bisa diharapkan bila yang hadir beradab dan duduk di tempat yang
mudah mereka capai. Jadi keberkahan majlis itu pada intinya adalah adab,
sedangkan adab dan pengagungan itu letaknya di hati. Oleh karena itu,
wahai saudara-saudaraku, aku anjurkan kepada kalian, hadirilah
majlis-majlis kebaikan. Ajaklah anak-anak kalian ke sana dan biasakan
mereka untuk mendatanginya agar mereka menjadi anak-anak yang terdidik
baik, lewat majlis-majlis yang baik pula.
Sekarang
ini aku jarang melihat para pelajar yang menghargai ilmu. Banyak ku
lihat mereka membawa mushhaf atau kitab-kitab ilmu lainnya dengan cara
tidak menghormatinya. Lebih dari itu mereka mendatangi tempat-tempat
pendidikan yang tidak mengajarkan kepada anak-anak kita untuk mencintai
ilmu, tapi mencintai nilai semata-mata …… Aku pun teringat pada nasihat
Habib Ahmad bin Hasan al-’Aththas: “Ilmu adalah alat. Meskipun ilmu itu
baik, ia hanya alat, bukan tujuan. Oleh kerananya, ilmu harus diiringi
adab, akhlak dan niat-niat yang shalih. Ilmu demikianlah yang dapat
mengantarkan seseorang kepada ketinggian maqam ruhaniah.”
Para
auliya’ bersepakat, bahwa Maqam Ijtima’ (bertemu) dengan Nabi SAW dalam
waktu terjaga, adalah sebuah maqam yang melampaui seluruh maqam yang
lain. Hal ini tidak lain adalah buah dari Ittiba’ (keteladanan) beliau
yang tinggi terhadap Nabinya SAW. Adapun kesempurnaan Istiqamah
merupakan puncak segala karamah. Seorang yang dekat dengan beliau
berujar bahwa aku sering kali mendengar beliau mengatakan:
“Aku
adalah Ahluddarak, barang siapa yang memohon pertolongan Allah
melaluiku, maka dengan izin Allah aku akan membantunya, barang siapa
yang berada dalam kesulitan lalu memanggil-manggil namaku maka aku akan
segera hadir di sisinya dengan izin Allah”.
Pada
saat menjelang ajalnya, seringkali beliau berkata “Aku berbahagia untuk
berjumpa dengan Allah” maka sebelum kemangkatannya ke rahmat Allah,
beliau mencegah diri dari makan dan minum selama lima belas hari, namun
hal itu tak mengurangi sedikitpun semangat ibadahnya kepada Allah SWT.
Setelah ajal kian dekat menghampirinya, diiringi kerinduan berjumpa
dengan khaliqnya, Allah pun rindu bertemu dengannya, maka beliau
pasrahkan ruhnya yang suci kepada Tuhannya dalam keadaan ridho dan
diridhoi
Kelebihan Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf
•
Suatu hari, beliau mendapat tamu seorang wartawan dari Timur tengah
yang tidak percaya hal-hal yang ada kaitannya dengan kekeramatan dan
kewalian. Habib Abu Bakar mempersilahkannya hadir dalam majelis
pengajiannya, bahkan duduk didepan. Beberapa kali setelah mengikuti
pengajian dan melihat peristiwa-peristiwa luar biasa, sang wartawan
mempercayai apa yang sebelumnya tidak ia percayai. Akhirnya ia menyusun
sebuah syair, yang berbuyi;
"Wahai Abu Bakar. Pukullah batu
yang mengeras dala hatiku dengan tongkatmu agar bisa mengeluarkan dan
bisa mengubah pendirianku yang keras."
Sejak itu, ia semakin semangat belajar kepada Habib Abu Bakar.
•
Suatu hari Abu Bakar bin Thahir Al-Hamid, pengumpul benda-benda seni
antic; berburu barang-barang antic itu sampai menyeberang laut dengan
perahu. Sore harinya, Abu Bakar memaksa pemilik perahu mengantarkannya
pulang dengan bayaran mahal. Di tengah laut, ombak besar
mengombang-ambingkan perahu yang ditumpanginya. Ia pun terus-menerus
berdoa' termasuk sholawat Qamarul Wujud, seraya memanggil-manggil nama
Habib Abu Bakar. Tiba-tiba perahu itu terbalik. Tapi ajaib, pada saat
yang ama, Abu Bakar sudah sampai di Pantai. "Dia itu menguasai ilmu
Dark, yaitu ilmu untuk menghadirkan seseorang." Maka berkat izin Allah
swt, ia selamat. Ketika itu, ia langsung berziarah ke makam Habib Abu
Bakar bin Muhammad Assegaf.
Wafatnya
Habib
Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf wafat pada malam senin, tanggal 17
Dzul Hijjah 1376 H. Usia beliau saat itu 91 tahun. Menjelang wafatnya
beliau berpuasa selama 15 hari dan sering kali berkata’ “Aku merasa
bahagia akan berjumpa dengan Allah swt,” Jasad beliau dimakamkan di
samping Masjid Agung Jami’, Gresik, Jawa Timur, bersanding dengan makam Al Habib Alwi bin Muhammad Hasyim Assegaf.
Wasiat dan Nasihat Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf
"Ketahuilah
bahwa Allah swt akan memberikan kepada hambanya segala apa yang
dipanjatkan sesuai dengan niatnya. Menurut saya Allah swt niscaya akan
mendatangkan segala nikmat-Nya di muka dunia, dengan cara terlebih
dahulu Dia titipkan di dalam hati hamba-Nya yang berhati bersih. Untuk
itu kemudian dibagi-bagikan kepada hamba-Nya yang lain. Amal seorang
hamba tidak akan naik dan diterima Allah swt kecuali dari hati yang
bersih. Ketahuilah wahai saudaraku, seorang hamba belum dikatakan
sebagai hamba Allah swt yang sejati jika belum membersihkan hatinya!"
"Ketahuilah
wahai saudara-saudaraku, hati yang ada di dalam ini ( sambil menunjuk
ke dada beliau ) seperti rumah, jika dihuni oleh orang yang pandai
merawatnya dengan baik, maka akan nampak nyaman dan hidup; namun jika
tidak dihuni atau dihuni oleh orang yang tidak dapat merawatnya, maka
rumah itu akan rusak dan tak terawatt. Dzikir dan ketaatan kepada Allah
swt merupakan penghuni hati, sedangkan kelalaian dan maksiat adalah
perusak hati."
"wahai Sadara-saudaraku,
dengarkanlah apa yang dikatakan Habib Ali! Beliau meminta kepada kita
untuk selalu meluangkan waktu menghadiri majlis-majlis semacam ini (
ta'lim, Zikir )! Ketahuilah bahwa menghadiri suatu majlis yang mulia
akan dapat menghantarkan kita kepada suatu derajat yang tidak dapat
dicapai oleh banyaknya amal kebajikan yang lain. Simaklah apa yang
dikatakan guruku tadi!"
"Di zaman ini, hanya
sedikit orang yang menunjukkan adab luhur dalam majlis. Jika ada
seseorang yang datang, mereka berdiri dan bersalaman atau menghentikan
bacaan, padahal orang itu dating ke majlis tersebut tidak lain untuk
mendengarkan. Oleh karenanya, banyak aku jumpai orang di zaman ini, jika
datang seseorang, mereka berkata, "silahkan kemari" dan yang lain
mengatakan juga "silahkan kemari" sedang orang yang duduk di samping
mengipasinya.
Gerakan-gerakan dan kegaduhan yang mereka
timbulkan menghapus keberkahan majelis itu sendiri. Keberkahan majlis
bisa diharapkan, apabila yang hadir beradab dan duduk di tempat yang
mudah mereka capai. Jadi keberkahan majlis itu pada intinya adalah adab,
sedangkan adab dan pengagungan itu letaknya di hati. Oleh karena itu,
wahai saudara-saudarku, aku anjurkan kepada kalian, hadirilah
majlis-majlis khoir ( baik ). Ajaklah anak-anak kalian kesana dan
biasakan mereka untuk mendatanginya agar mereka menjadi anak-anak yang
terdidik baik, lewat majlis-majlis yang baik pula!"
"Saat-saat
ini aku jarang melihat santri-santri atau siswa-siswa madrasah yang
menghargai ilmu. Banyak aku lihat mereka membawa mushaf atau kitab-kitab
ilmu yang lain dengan cara tidak menghormatinya, menenteng atau membawa
dibelakang punggungnya. Lebih dari itu mereka mendatangi tempat-tempat
pendidikan yang tidak mengajarkan kepada anak-anak kita untuk mencintai
ilmu tapi mencintai nilai semata-mata. Mereka diajarkan pemikiran para
filosof dan budaya pemikiran-pemikiran orang Yahudi dan Nasrani."
"Apa
yang akan terjadi pada generasi remaja masa kini? Ini tentu adalah
tanggung jawab bersama. Al-Habib Ali pernah merasakan kekecewaan yang
sama seperti yang aku rasa. Padahal di zaman beliau, aku melihat kota
Seiwun dan Tarim sangat makmur, bahkan negeri Hadramaut dipenuhi dengan
para penuntut ilmu yang beradab, berakhlaq, menghargai ilmu dan orang
'Alim. Bagaimana jika beliau mendapati anak-anak kita disini yang tidak
menghargai ilmu dan para Ulama? Niscaya beliau akan menangis dengan air
mata darah. Beliau menambahkan bahwa aku akan meletakkan para penuntut
ilmu di atas kepalaku dan jika aku bertemu murid yang membawa bukunya
dengan rasa adab, ingin rasanya aku menciun kedua matanya."
"Aku
teringat pada suatu kalam seorang shaleh yang mengatakan; Tidak ada
yang menyebabkan manusia rugi, kecuali keengganan mereka mengkaji
buku-buku sejarah Kaum Sholihin dan berkiblat pada buku-buku modern
dengan pola pikir moderat. Wahai saudara-saudarku! Ikutilah jalan
orang-orang tua kita yang sholihin, sebab mereka adalah orang-orang suci
yang beramal ikhlas. Ketahuilah Salaf kita tidak menyukai ilmu kecuali
yang dapat membuahkan amal sholeh."
"Aku
teringat pada suatu untaian mutiara nasihat Al-Habib Ahmad bin Hasan
Al-Aththas yang mengatakan; Ilmu adalah alat, meskipun ilmu itu baik (
hasan ), tapi hanya alat bukan tujuan, oleh karenanya ilmu harus
diiringi adab, akhlaq dan niat-niat yang sholeh. Ilmu demikianlah yang
dapat mengantarkan seseorang kepada maqam-maqam yang tinggi."
Walaupun
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf sudah berpulang ke rahmatullah,
kalam-kalamnya masih terdengar dan membekas di hati para pendengarnya.
Akhlak-akhlaknya serta Hal-ihwal beliau masih menggoreskan kesan
mendalam di mata orang-orang yang melihatnya dan mengukir keindahan iman
di kehidupan para pencintanya.
Radhiyallahu anhu wa ardhah...
(
Nabawy, edisi 36 th.III zulhijah 1426 H/Januari 2006 & No.03/Tahun
III/31 Januari -13 Februari 2005, No. 04 / Tahun V / 12-25 Februari 2007
dan Buku menjemput Amanah. )
Komentar
Posting Komentar